Hari Pertama Sekolah
Setelah libur panjang selama dua minggu rasanya malas untuk masuk kembali ke kelas. Ya, hari ini aku harus bangun pagi. Mandi dan merapikan tempat tidur. Membereskan kembali buku-buku pelajaran yang berserakan diatas tempat tidur. Tadi malam aku harus belajar keras karena akan ada ulangan mendadak dari Pak Togar guru matematika ku. Meskipun galak, namun pak Togar sangat dicintai oleh semua siswa. Orangnya arif dan tidak asal marah bila siswanya gagal menjawab soal-soal matematika yang dia berikan. Penampilannyapun sangat sederhana atau bahkan kelewat sederhana. Dia punya mobil civic wonder yang bisa dia pakai kapanpun. Dia punya sepeda motor tiger edisi terakhir, tapi pak Togar tetap dengan percaya diri 200%nya berangkat ke sekolah dengan sepeda onthelnya. Ya, sepeda tua yang antik dengan warna silver dan chrome. Bagus juga pikirku.
Sekolah masih sepi. Hanya ada pak Sukri penjaga sekolah. Halaman sekolahku banyak digenangi air. Sisa hujan tadi malam. Pagi ini terasa sangat dingin. Mungkin karena baru diguyur hujan tadi malam. Dikejauhan terlihat bibi Suti yang tengah menjerang air. Bibi Suti adalah istri pak Sukri. Kerjanya menjaga warung yang sekaligus berfungsi sebagai kantin sekolah. Kantin bibi Suti selalu ramai diserbu anak-anak, terutama pada jam istirahat sekolah atau pada jam-jam seperti ini.
“Selamat pagi nak Andi. Tumben pagi-pagi sudah muncul”. Pak Sukri menyapaku sambil tangan kanannya memegang lipatan bendera merah putih. Ternyata pak Sukri mau mempersiapkan upacara penaikan bendera. Ini kan hari senen.
“Selamat pagi juga pak Sukri”. Balasku sambil ikut membantu beliau mengambilkan amplifier dan pengeras suara yang terletak di ruangan Kantor Kepala Sekolah.
Aku terkejut ketika memasuki ruang tamu Kepala Sekolah. Bukannya melihat hantu atau
sesuatu yang menyeramkan. Melainkan dua orang tamu sekolah. Seorang gadis dengan berseragam SMA dan seorang wanita, mungkin orangtua murid yang ingin mengantarkan anaknya masuk sekolah. Aku hanya bisa tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala ke arah mereka berdua. Mereka membalas senyuman dan anggukkan kepalaku.
“Siapa mereka pak Sukri ?” Tanyaku pada pak Sukri yang tengah sibuk merapikan kabel microphone yang acak-acakan.
“Kata ibunya dia ingin mendaftarkan putrinya. Pindahan dari Semarang”. Pak Sukri
menjelaskan.
“ Oh...”. Balasku sambil mengambil tas ransel yang aku letakkan di atas tempat duduk.
“Terimakasih nak Andi...”
“ Sama-sama pak Sukri...untuk informasinya pagi ini”. Aku terus menghilang di balik tembok dinding sekolah. Aku ingin cepat-cepat masuk ke ruangan kelas. Ada beberapa pekerjaan yang ingin ku selesaikan pagi ini. Ya, aku harus meng-upload data untuk mengisi blog-ku. Ada banyak bahan cerita yang ingin ku kirimkan via GPRS dari ponsel.
Pintu kelasku masih tertutup rapat. Tempat sampah disudut pintu masih penuh dengan sobekan-sobekan kertas dan sisa pembungkus makanan. Tangan kananku meraih gagang pintu dan berusaha untuk membukanya. Tapi masih terkunci. Rupanya Pak Sukri belum membukanya. Terpaksa aku harus kembali ke ruangan Kantor Kepala Sekolah untuk mengambil kunci kelas. Dengan berat hati terpaksa aku melangkah lagi menuju kantor kepala sekolah.
“Pintu kelas III A-1 belum dibuka ya pak Sukri ?” tanyaku ketika sampai di depan pintu kantor.
“Eh, iya nak Andi. Kuncinya masih di atas meja tamu”. Pak Sukri masih serius dengan pekerjaannya memastikan semua peralatan sound system berjalan dengan baik. Pak Sukri memang penjaga sekolah yang bertanggung-jawab. Wajar saja bila dia tetap dipertahankan oleh Kepala Sekolah.
Perlahan aku melangkakan kaki menuju ruang kepala sekolah. Kulihat kedua tamu tadi masih duduk dengan manisnya. Aku sedikit risih dan canggung.
“Permisi, boleh saya ambil kunci yang ada dibawah buku ibu ?”. Sambil malu-malu kucing aku berusaha santun dan tersenyum pada meraka.
Ibu dan anak di hadapanku saling berpandangan. Tiba-tiba mereka berdua tersenyum lebar. Senyum mereka sama. Manis dan bersahabat.
“ Maaf. Kuncinya tertindih buku ibu saya. Ibu sih....”
“ Kok ibu yang disalahkan. Bukannya Alin yang meletakkan buku tadi disitu ?”. Mereka berdebat. Tapi yang jelas aku sudah tahu siapa nama pemilik senyum nan manis itu.
“ Tidak apa-apa kok. Kenalkan saya Andi”. Reflek dan tanpa kusadari terucap kata-kata perkenalan pada mereka. Mereka berdiri dan menyalami tanganku. Terasa akrab dan bersahabat. Agak lama aku menyalami tangan non Alin. Lembut dan dingin, ditambah dengan secuil senyum nan merekah. Manis sekali.
“….senyum itu mengukir sejuta keindahan dari pinggiran relung hatiku…senyum itu membawaku melayang terbang bersama sisa memory tentang dirinya….
senyum itu merobek semua kenangan yang terbungkus tirai masa lalu-ku….senyum itu tlah mengisi sebuah kenangan baru-ku…dan senyum itu tlah menghidupkan kembali semua mimpi yang pernah ku hapus dari angan dan harap-ku…
andai ku bisa berharap….lebih baik ku tak pernah berharap…”
***
Masa terindah di SMA
11.29 |
Label:
CerPen Choesny
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar